Kamis, 03 November 2011

jauh dekat dihati

kutanya semalam padamu
masihkah kau tangisi aku
ku pergi dan pasti kembali
doamu iringi langkahku

relakan saja niatku
usah kau jawab dengan tangismu

walau kau jauh
namun dekatlah dihati
seperti bintang dan bulan jauh
namun selalu terang
begitupun cintaku terangi
dalam sepimu tunggulah
aku disana tuk bersanding denganmu

walau kau jauh
namun dekatlah dihati
seperti bintang dan bulan jauh
namun selalu terang
begitupun cintaku terangi
dalam sepimu tunggulah
aku disana tuk bersanding denganmu


kutanya semalam padamu
masihkah kau tangisi aku
ku pergi dan pasti kembali
doamu iringi langkahku

relakan saja niatku
usah kau jawab dengan tangismu

walau kau jauh
namun dekatlah dihati
seperti bintang dan bulan jauh
namun selalu terang
begitupun cintaku terangi
dalam sepimu tunggulah
aku disana tuk bersanding denganmu

walau kau jauh
namun dekatlah dihati
seperti bintang dan bulan jauh
namun selalu terang
begitupun cintaku terangi
dalam sepimu tunggulah
aku disana tuk bersanding denganmu
kau tanya semalam padaku
masihkah ku tangisi kamu
kau pergi dan pasti kembali
doaku iringi langkahmurelakan saja niatmu
usah kau jawab dengan tangismu
walau aku jauh namun tetaplah di hati
seperti bintang dan bulan
jauh namun selalu terang
begitu pun cintaku terangi dalam sepimu
tunggulah aku di sana tuk bersanding denganmu

Sabtu, 22 Oktober 2011

Proposal penelitian



A. JUDUL PENELITIAN       :  POLA INTERAKSI SOSIAL KAUM HOMOSEXUAL  DALAM  BERMASYARAKAT  DI SURABAYA
B. LATAR BALAKANG MASALAH
Saat ini penyimpangan sexual yang sering terjadi di era globalisasi seolah tidak asing lagi bagi kita, seperti halnya sesuka sesama jenis atau hubungan sesama jenis (pria dengan pria) yang sering kita sebut  dengan istilah homosexual.
Seseorang menjadi seorang homosexual bisa disebabkan oleh suatu  pengalaman atau trauma yang dialami pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak tersebut. Misalnya pada saat anak tersebut sering mendapat perlakuan kasar oleh ibu atau bapaknya dan kurangnya sentuhan kasih sayang yang diberikan orang tua pada anaknya sehingga si anak beranggapan bahwa semua lelaki atau perempuan itu dapat bersikap kasar dan mudah bertindak brutal yang memungkinkan anak tersebut benci pada golongan itu lingkungan pergaulan pun memiliki kemungkinan dapat mempengaruhi seseorang menjadi homosexual, misalnya orang tersebut terlalu sering bergaul dengan kelompok homo sehingga dia pun merasa tertarik dan ingin bergabung secara mendalam dengan kelompok homo tersebut. Faktor lain yang bisa dikatakan sebagai faktor pendorong seseorang menjadi homo adalah faktor biologis. Homoseksual adalah keadaan pernyataan perasaan yang semula jadi menyebabkan seseorang itu mempunyai nafsu terhadap kaum sejenis. Perasaan dan nafsu tersebut merupakan hasil yang disebabkan oleh bahan kimia dan hormon yang dikeluarkan dalam badan (luar kawalan). Selain itu adanya keinginan perasaan yang harmoni untuk mendominasi hawa nafsunya dalam lingkup sexual. Namun pendapat ini masih dalam perbincangan dan tidak dapat dibuktikan secara menyeluruh oleh pakar dalam bidangnya. Faktor-faktor itulah yang menjadi kemungkinan besar seseorang terjerumus ke dalam pergaulan menyimpang.
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama, secara situasional atau berkelanjutan. Pada penggunaaan mutakhir, kata sifat homo seks digunakan untuk hubungan intim dan atau hubungan seksual diantara orang - orang yang berjenis kelamin sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri merk sebagai gay atau lesbian. Istilah gay adalah suatu istilh tertentu yang digubakan untuk merujuk kepada pria homo seks. Sedangkan lesbian adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk pada wanita homo.(community.gunadarma.ac.id/archive/m)
Di Negara Indonesia Homosexual dilarang karena perbuatan ini melanggar norma-norma yang berlaku terutama norma agama, sehingga mereka yang seorang homosexual merasa dikucilkan karena perbuatan mereka merupakan penyimpangan social yaitu masyarakat sekitar tidak mau menerima dan merasa terganggu akan adanya mereka Hal ini menyebabkan kehidupan mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat social berbeda dengan orang yang normal (berpasangan dengan lawan jenis).
Ada seorang Homosexual yang secara terbuka mengakui dan ada juga yang tertutup, mungkin karena dia takut atau belum siap menerima akibat yang terjadi pada lingkungan sosialnya yang mengucilkan atau memperlakukan dia seolah-olah seoarang penjahat yang melakukan kejahatan sadis karena dirinya seorang homo.
Karena hal-hal tersebut banyak para homosexual yang mengasingkan dirinya, mencari tempat berkumpul dan membentuk suatu komunitas yang didalamnya hanya para homosexual saja. Dan disitu mereka melakukan tindakan-tindakannya sendiri bersama kelompoknya.
Di Surabaya sering kita jumpai komunitas-komunitas kaum Homosexual ditempat-tempat tertentu yang semakin tahun semakin banyak komunitas tersebut.
Di Indonesia, data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian dalam jumlah bermakna terus melakukannya. (Kompas Cyber Media, 2003).
Hasil survei YPKN menunjukkan, ada 4.000 hingga 5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo. Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar. Dede memperkirakan, secara nasional jumlahnya mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia. Dr. Dede Oetomo, adalah "presiden" gay Indonesia, yang telah 18 tahun mengarungi hidup bersama dengan pasangan homonya, beliau juga seorang "pentolan" Yayasan Gaya Nusantara.  (Gatra, 2003)

Data ini menunjukkan eksistensi keberadaan kaum homoseksual di Indonesia. Homoseksual hingga saat ini masih menjadi issue yang kontrakdiktif di masyarakat, tidak hanya kontradiktif dalam hal genealogi nya, akan tetapi sampai pada perdebatan apakah kaum homoseksual bisa di terima di masyarakat ?
Dari latar belakang tersebut kelompok kami merasa tertarik untuk membuat suatu penelitian mengenai “ Pola Interaksi Sosial Kaum Homosexual dalam bermasyarakat di Surabaya”.

             C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dibahas adalah :
                        a.   Bagaimana pola interaksi sosial kaum homoseksual dalam bermasyarakat?
            b. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pola interaksi kaum   homoseksual?
            c.   Bagaimana upaya yang perlu dilakukan agar tidak menimbulkan masalah sosial dalam berinteraksi sosial masyarakat dengan kaum homosexual ?

D. TUJUAN PROGRAM
1.  Ingin mengetahui pola interaksi sosial kaum homosexual dalam bermasyarakat.
 2.  Ingin mengetahui  faktor-faktor yang melatarbelakangi pola interaksi kaum   homoseksual.
3.  Ingin mengetahui upaya yang perlu dilakukan agar tidak menimbulkan masalah sosial dalam berinteraksi sosial masyarakat dengan kaum homosexual.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
1.  Secara Teoritis
Untuk Menambah ilmu pengetahuan tentang Pola Interaksi Kaum Homosexual.
2.   Secara praktis
Sebagai sumbangan pemikiran pemerintah agar lebih memperhatikan penyimpangan sexual homosexual yang semakin hari semakin memprihatinkan.
3.   Secara Garis Besar Memahami fenomena sosial masyarakat Surabaya dalam Berinteraksi dengan kaum Homosexual.


F. KEGUNAAN PROGRAM
1. Menambah khsanah ilmu terutama tentang Pola Interaksi Kaum Homosexual terhadap masyrakat di Surabaya
2.   Memberikan Informasi ilmiah mengenai interaksi yang dilakukan Kaum Homosexual
3.   Untuk meningkatkan pemahaman tentang penyimpangan sexual yang semakin berkembang
     
G. KAJIAN PUSTAKA
g.1 Pengertian Homosexual
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan/atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama secara situasional atau berkelanjutan. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan/atau hubungan sexual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri merek sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada pria homoseks. Sedangkan Lesbian adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks.
Definisi tersebut bukan definisi mutlak mengingat hal ini diperumit dengan adanya beberapa komponen biologis dan psikologis dari seks dan gender, dan dengan itu seseorang mungkin tidak seratus persen pas dengan kategori di mana ia digolongkan. Beberapa orang bahkan menganggap ofensif perihal pembedaan gender (dan pembedaan orientasi seksual).
Homoseksualitas dapat mengacu kepada:
   orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Identitas_gender&action=edit&redlink=1" identitas gender yang sama.
   perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender.
   identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual.
Ungkapan seksual dan cinta erotis sesama jenis telah menjadi suatu corak dari sejarah kebanyakan budaya yang dikenal sejak sejarah awal . Bagaimanapun, bukanlah sampai abad ke-19 bahwa tindakan dan hubungan seperti itu dilihat sebagai orientasi seksual yang bersifat relatif stabil. Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1869 oleh Karl-Maria Kertbeny,[1] dan kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh Richard Freiherr von Krafft-Ebing pada bukunya Psychopathia Sexualis.
Di tahun-tahun sejak Krafft-Ebing, homoseksualitas telah menjadi suatu pokok kajian dan debat. Mula-mula dipandang sebagai penyakit untuk diobati, sekarang lebih sering diselidiki sebagai bagian dari suatu proyek yang lebih besar untuk memahami Ilmu Hayat, Ilmu Jiwa, politik, genetika, sejarah dan variasi budaya dari identitas dan praktek seksual. status legal dan sosial dari orang yang melaksanakan tindakan homoseks atau mengidentifikasi diri mereka gay atau lesbian beragam di seluruh dunia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas)
Homoseksual dapat didefinisikan sebagai suatu keinginan membina hubungan romantis atau hasrat seksual dengan sesama jenis, jika sesama pria dinamakan gay sedangkan sesama wanita sebuat saja lesbian. Sebenarnya pengertian homoseksual itu meliputi 3 dimensi yaitu orientasi seksualnya yang ke sesama jenis, perilaku seksual dan juga tentang identitas seksualitas diri. Jadi masalah homoseksual bukan semata perkara hubungan seksual dengan sesama jenis semata. Hal inilah yang seringkali membuat kita merasa najis dengan kaum homoseksual, karena berpikiran bahwa di dalam otak mereka hanya berisikan semata nafsu birahi dengan sesama jenis saja, padahal homoseksualitas itu mencangkup identitas diri sekaligus perilaku mereka juga. Itu semua bukan dapatan semata dari faktor lingkungan, melainkan faktor genetiklah yang membuat perkara ini menjadi sangat sulit. Memang ada jenis homoseksual yang terjadi karena dipicu faktor lingkungan semata, misalnya suasana dalam penjara yang merupakan populasi homogen serta di biara seperti skandal sodomi dalam gereja di USA. Homoseksual semacam ini sesungguhnya jauh lebih muda ditangani karena hal tersebut tercangkup dalam segi perilaku semata, sementara segi identitas diri relatif masih normal (homoseksual situasional).
g.2 Pola Interaksi Sosial Kaum Homosexual Menurut ilmu Psikiatri
            Dalam ilmu psikiatri, homoseksual yang dianggap sebagai suatu bentuk gangguan jiwa hanyalah homoseksual egodistonik. Homoseksual jenis ini bercirikan pribadi tersebut yang merasa tidak nyaman dengan dirinya dan tidak dapat menerima kenyataan orientasi seksualnya yang abnormal tersebut. Akibatnya pribadi semacam ini dihantui kecemasan dan konflik psikis baik internal maupun eksternal dirinya. Homoseksual distonik memberikan suatu distress (ketegangan psikis) dan disability (hendaya, gangguan produktivitas sosial) sehingga digolongkan sebagai suatu bentuk gangguan jiwa. Pribadi homoseksual tipe ini seringkali dekat depresi berat, akibatnya seringkali mereka mengucilkan diri dari pergaulan, pendiam, mudah marah dan dendam, aktivitas kuliah terbengkalai dan sebagainya. Homoseksual jenis inilah yang dicap sakit mentalnya dan memang harus diterapi. Di negara dengan budaya dan agama yang kuat seperti di negara kita, celakanya homoseksual jenis inilah yang mendominasi. Kaum homoseksual di tanah air sulit untuk menerima kenyataan dirinya sebagai kaum abnormal seperti demikian, maka mereka sering menyembunyikan orientasi yang dicap salah dalam masyarakat tersebut. Represi semacam demikian akan berakibat gejolak negatif dalam dirinya sehingga tampil ke permukaan sebagai stress,depresi dan gangguan dalam relasi sosial. Mereka sering gagal dalam menemukan identitas dirinya ditengah ancaman cambuk agama dan budaya yang sedemikian kuat.
Kaum homoseksual lain justru dapat menerima apa yang ada di dirinya sebagai suatu bentuk hal yang hakiki. Pribadi semacam ini berani coming out atau menyatakan identitas dirinya yang sesungguhnya sehingga konflik internal dalam dirinya lepas. Kaum homoseksual ini dinamakan egosintonik, tidak dikatakan sebagai kelompok gangguan jiwa karena mereka tidak mengalami distress amupun disability dalam kehidupan mereka. Bahkan mereka yang sukses dengan coming out seperti demikian seringkali lebih produktif dan sukses dalam profesi mereka seperti misalnya perancang baju, penata rias dan rambut,dll.
(http://gessang.org/index.php?option=com_content&task=view&id=970&Itemid=105)
Menjadi seorang dengan orientasi seksual ke sesama jenis sesungguhnya bukan semata pilihan pribadi homoseksual, melainkan itu merupakan kesalahan genetik. Kecenderungan itu sesungguhnya sudah ada sejak lahir namun baru naik ke permukaan setelah seorang individu masuk ke dalam fase sosial dalam tahap perkembangannya. Bahkan seorang Sigmund Freud berani mengatakan bahwa pada setiap diri kita sebenarnya ada bakat untuk homoseksual, dan proses interaksi sosial dalam perkembangan selanjutnyalah yang menyebabkan bakat itu dapat muncul atau tertahankan. Permasalahan jiwa pada pribadi homoseksual sebenarnya jauh lebih banyak terkait faktor eksternal dirinya atau berupa tekanan dari masyarakat. Mereka yang tidak berani coming out ke masyarakat akan dihantui konflik identitas diri seumur hidupnya sedangakn mereka yang memberanikan coming out tetap menghadapi resiko dicibir atau malah dikucilkan masyarakat.Jadi sebenarnya homoseksual itu lebih berupa ‘penyakit masyarakat’ ketimbang penyakit jiwa karena memang yang menimbulkan penyakit itu adalah perlakuan dari masyarakat sendiri.
Bagaimanapun kita sebagai pribadi yang terpelajar hendaknya mau mengerti latar belakang kaum homoseksual, tidak semata merasa jijik atau malah menolak mereka. Tentunya Anda tidak bisa mengucilkan teman Anda yang berambut ikal karena memang gen nya membawa sifat ikal seperti itu bukan? Begitu pula homoseksual, bukan kemauan mereka untuk menjadi homoseksual, namun bedanya gen orientasi seksual semacam itu mencangkup pula segi perilaku sosial bukan semata penampilan fisik seperti halnya rambut ikal. Dukungan sosial justru sangat dibutuhkan oleh kaum homoseksual, dengan demikian mereka dapat menemukan dan mengaktualisasikan identitas dirinya serta terbebas dari distress, dengan demikian mereka dapat tetap produktif dalam masyarakat.

g.3 Sikap Masyarakat Terhadap Kaum Homosexual
Pada umumnya, seorang homoseksual cenderung membuat jarak dengan lingkungannya, bahkan ada yang bersikap ekstrim dengan mengisolir diri (mengasingkan diri). Hal ini, sangat erat kaitannya dengan sikap masyarakat, yang pada umumnya belum dapat menerima keberadaan homoseksual. Untuk menghilangkan rasa cemas, takut terhadap tekanan dari lingkungan, maka mereka membuat kelompok atau komunitas sendiri, agar eksistensi mereka tetap ada. Oleh karena kelompok atau komunitas homoseksual sendiri memiliki sifat yang heterogen, merekapun membentuk kelompok-kelompok tertentu (merupakan kelompok kecil).
Melalui interaksi dan penyesuaian diri dalam kelompoknya, perasaan cemas atau takut yang dirasakannya, dapat berkurang atau hilang. Mereka dapat menyalurkan kebutuhan -  kebutuhan atau dorongan-dorongannya, termasuk naluri seksualnya. Selanjutnya, di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas, mereka berusaha sedapat mungkin menyesuaikan dirinya. Mereka berusaha menyesuaikan diri dengan norma-norma, nilai - nilai dan tuntutan - tuntutan masyarakat, sehingga ia dapat diterima dalam lingkungan tersebut. (Harry Suherman,030308).
            Homofobia, satu lagi hal negative yang telah membudaya di masyarakat kita. Suatu sikap yang berisikan permusuhan dan diskriminasi terhadap homoseksual. Namun, sayangnya masyarakat tak pernah mengerti betul arti dari homofobia ini, dan mengapa mereka mempraktekannya.
          Homofobia adalah sikap atau tingkah laku yang umumnya berupa rasa takut, dan ketidak-sukaan yang ditunjukkan oleh seorang heteroseks kepada homoseks. Jika diartikan dalam bahasa, homofobia berasal dari kata homos yang berarti sama, dan phobos yang berarti takut. Homofobia sendiri adalah istilah yang pertama kali muncul ke publik melalui majalah Time pada tahun 1969, dan orang yang pertama kali mencetuskan istilah ini adalah George Weinberg.
          Homofobia atau yang dikenal pula dengan nama anti homo, homonegativisme, homoerotofobia, dan yang cukup terkenal adalah heteroseksisme jika didefinisikan secara lebih luas adalah suatu sikap atau manifestasi seseorang yang merasa benci, tidak senang, jijik, dan tidak setuju terhadap ativitas homoseksual, terutama aktivitas seksual serta gaya hidup mereka. Ketidak setujuan ini dapat berupa pelecehan seksual, diskriminasi, penghinaan, hukuman, dikucilkan oleh masyarakat atau bahkan pada tingkatan yang lebih ekstrim seorang homofobia dapat melakukan kekerasan fisik berupa penganiayaan, pemberian hukuman yang diluar batas manusiawi bahkan pembunuhan.
         Sikap heteroseksisme yang selalu ditunjukkan kepada kaum minoritas ini telah banyak menimbulkan ketimpangan sosial di negeri ini. Namun sangat disayangkan negera ini tidak menghukum para pelakunya. Bahkan payung hukum dan aparatur negera yang seharusnya bisa melindungi hak-hak kaum homoseksualpun termasuk pro kepada sikap homofobia. Hal ini begitu memprihatinkan, karena di negera yang berasaskan “Bhineka Tunggal Ika” ini, sikap homofobia masih tumbuh dan melekat di masyarakat. Padahal beberapa media baik didalam maupun di luar negeri mengungkapkan bahwa homofobia dinilai terlalu merendahkan dan terlalu diskriminasi terhadap kaum homoseksual.
          Sikap homofobia sendiri seakan sangat antipati terhadap kaum homoseksual. Bahkan bila anda mengamati dengan baik banyak kejadian di masyarakat yang erat kaitannya dengan sikap homofobia ini. Seperti yang sering terjadi, dianggapnya homoseksual sebagai kelainan, dikucilkannya warga yang dianggap homoseksual, waria disiksa di kantor polisi, dipukulinya seorang laki-laki yang bersikap seperti wanita tanpa sebab yang jelas, dihukumnya para homoseksual dan disuruh untuk bertaubat. Hal yang sangat menyedihkan dari kasus-kasus semacam ini adalah mereka yang terkena dampak dari sikap homofobia tidak melakukan kesalaha apapaun.
         Hal-hal tersebut menunjukkan dengan jelas betapa suburnya hal yang dinamakan Homofobia di negara ini. Padahal hal ini sangat bertentangan dengan semangat demokrasi dan HAM. Lalu dimanakah letak perwujutan nyata dari negara kita, negara yang “banyak orang mengatakan” negara demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
(
http://sekelumitkata.blogspot.com/2010/05/homphobia-hal-yang-telah-membudaya-di.html)



g.4 Teori Komunikasi
Penelitian ini didasari atas pentingnya komunikasi interpersonal, dalam
kehidupan orang-orang yang memiliki kecenderungan seksual berbeda yaitu
homoseksual khususnya gay. Fenomena pasangan sejenis sudah usang
dibicarakan, namun ada sisi lain yang menarik untuk diteliti, karena secara
normal, untuk memasuki kehidupan yang berbeda daripada lazimnya, setiap
manusia pasti mempunyai cerita, mempunyai dasar, mempunyai pengalaman yang
kerapkali membentuk pribadi seseorang ke tahap selanjutnya. Lalu bagaimana
pengalaman komunikasi interpersonal mereka dalam setiap tahapan hubungan
denganMasyarakat,Keluarga
,danPasangan?   
           Adapun beberapa teori yang digunakan peneliti yaitu teori Jauhari
Window yang menjelaskan tentang konsep diri, Teori Penetrasi Sosial Atman andTaylor tentang kedalaman dan keluasan dalam setiap hubungan (depth and
breadth) dalam Littlejohn, 2005: 202-204, serta Menurut Fry and Fry dalam
Littlejohn, 2005: 198-199, pola kendali dalam komuniksi interpersonal dalam
setiap tahapan hubungan bisa dipahami melalui Komunikasi Perkawinan  Jadi disini kita tahu bagaimana pola hubungan mereka melalui hal tersebut di atas.
Disini kami juga menggunakan Teori Interaksi simbolik yaitu interaksi yang memunculkan makna khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran. Simbolik berasal dari kata ’simbol’ yakni tanda yang muncul dari hasil kesepakatan bersama. Bagaimana suatu hal menjadi perspektif bersama, bagaimana suatu tindakan memberi makna-makna khusus yang hanya dipahami oleh orang-orang yang melakukannya, bagaimana tindakan dan perspektif tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi subyek, semua dikaji oleh para interaksionis simbolik. Jadi peneliti berusaha ’memasuki’ proses pemaknaan dan pendefinisian subyek melalui metode observasi partisipan.
Hal yang tidak kalah penting dalam interaksi simbolik adalah pengonsepsian diri subyek. Bagaimana subyek melihat, memaknai dan mendefinisikan dirinya berdasarkan definisi dan makna yang diberikan orang lain.
http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/2007/12/07/fenomenologi-dan-interaksi-simbolik/


           Kekhasan yang dimiliki oleh teori interaksionisme simbolik ini adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendifinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas”makna”yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan salaing berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing
(http://rusdisosiologi.blogspot.com/)
          Dari analisis data dapat dikemukakan sebagaimana terurai tiga hal sebagai
berikut yakni pengalaman identitas diri subyek penelitian semuanya beragam,
namun terdapat kesamaan dalam menerima identitas diri mereka antara David,
Reno dan Aldian bahwa mereka menolak. Sedangkan Alex dan Marco, saat
mereka menyadari hal itu, mereka langsung menerima identitas dirinya sebagai
gay. Pola komunikasi interpersonal dalam setiap tahapan hubungan gay dengan keluarga, pasangan dan masyarakat adalah bermacam macam, ada yang tergolong di daerah terbuka dan daerah tertutup. Ada yang menggunakan pola komunikasi peranan, interaksional, dan model permainan serta kedalaman dankeluasanhubungan dalam setiap tahapan hubungan gay dengan keluarga, pasangandanmasyarakat adalah bermacam macam, ada yang rendah, sedang dantinggi.Adajuga kedalaman hubungan mereka berdasar lapisan bawang dalamteoripenetrasi sosial yang digambarkan Griffin, mereka juga memiliki lapisan,dimana lapisan itu ada yang semakin ke luar, ke dalam(menuju inti), dan ada juga yang masih sekedar di permukaan. Hal ini dimaksudkan jika semakinkedalam,topic yangdibicarakan akan makin menyangkut hal yang bersifat pribadi dalam komunikasi  interpersonalnya, dan dikatakan semakin keluar atau ke permukaan, jika topikyang dibicarakan hanya berbatas identitas diri yang tampak dalam diri seseorang.
 (digilib.umm.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id.. )


H.METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di kota Surabaya,mengingat sebagai kota metropolis yang mempunyai jumlah penduduk terbesar nomor 2 setelah Jakarta.disamping itu di kota Surabaya terdapat komunitas kaum homoseksual.
2. Unit Analisis
Yang menjadi analisis data penelitian ini adalah pola interaksi sosial komunitas kaum homoseksual dalam masyarakat dikota Surabaya.
3. Teknik Sampling
Untuk melakukan penyebaran angket dilakukan dengan incidental sampling sesuai dengan wilayah oenelitian sebagai mana teknik ini disebut sebagai incindetal sampling bukan berarti serampangan karena dengan alasan-alasan khusus(kartono,1990:137)
4. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan pegumpulan datanya menggunakan teknik:
Pendekatan kualitatif metodenya fenomenologi dengan paradigma interpretatif. Pendekatan ini memusatkan pada penyelidikan terhadap cara manusia memaknai kehidupan sosial mereka, serta bagaimana manusia mengekspresikan pemahaman mereka melalui bahasa, suara, perumpamaan, gaya pribadi, maupun ritual sosial ,
Peneliti yang menggunakan paradigma interpretatif menantang gagasan bahwa realitas sosial adalah sesuatu yang kita terima begitu saja, sesuatu dari luar sana yang membentuk tindakan masyarakat.
1.Observasi
Untuk memperoleh data dari opini komunitas tersebut  pada setiap  daerah yang terpilih
2.Survey
Metode ini dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur
3.Wawancara mendalam
       Metode ini digunakan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dalam survey dan            mengetahui lebih mendalam tentang pola interaksi social kaum homoseksual dalam bermasyarakat di Surabaya
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket.angket adalah satu set pernyataan yang berkaitan dengan satu topic yang harus dijawab oleh subyek(Kartono,1990:127)dengan angket diharapkan dapat memperoleh data yang sesuai dengan karakteristik populasi.
6. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam hal ini tidak dketahui akan tetapi untuk penelitian ini ditentukan sebesar 100 responden.

  
                            7. Langkah-Langkah Penelitian.                                      

Persiapan Diskusi :
1.      Perijinan
2.      Pembuatan Draft wawancara
3.      Pemantapan Tim
                                             
Pengumpulan Data
1.      Persiapan Lapangan
2. Wawancara    mendalam
2.      22Angket
                                                                                              
Pengolahan Data
Editing,Cross Check data ,
Entry data,Menganalisis Data dan  Diskusi

                                                       
Menyusun Laporan
1.      Menyusun Draf Laporan
2.      Diskusi
3.      Laporan Akhir
4.      Publikasi
1.       
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       


                                                                                                                       



I. Jadwal Pelaksanaan      


                 AKTIVITAS


BULA 

Ke



1
2
3
4
5
Persiapan dan Diskusi Tim
- Perijinan
- Pembuatan
- Pemantapan Tim Peneliti

XX
XX
XX




Pengumpulan Data
-          Persiapan Lapangan
-          Penyebaran Angket

XX

XX
XX



Pengolahan Data
-          Editing
-          Cross Check Data
-           Entry Data
-          Menganalisa Data
-          Diskusi



XX
XX
XX




XX
XX

Laporan Dan Publikasi
-          Menyusun Draf Laporan
-          Diskusi Tim
-          Menyusun Laporan Akhir
-          Publikasi Ilmiah





XX
XX
XX
XX